6 Februari 2015

Untukmu yang selama ini hanya bisa kukagumi dari jauh

Untukmu yang selama ini hanya bisa kukagumi dari jauh,
Apa kabarmu sekarang?
Ah, aneh sekali aku ini. Sebenarnya kenapa pula aku harus repot bertanya? Toh sejujurnya aku sudah
tahu kabar beritamu. Setiap pagi, setelah ibadah dan bebersih badan, membaca lini masa dan ceritamu di media sosial jadi kebiasaan yang tak pernah kulewatkan walaupun belakangan ini sudah jarang terisi. Kalau saja kau menemukan tulisan ini dan tahu bahwa kata-kata yang sedang kau baca adalah tentangmu kujamin kau hanya akan terkekeh pelan mengetahui betapa picisannya aku.
Rasanya aku tak keberatan kalau harus kehabisan makanan hingga tak bisa sarapan.
Selama masih bisa mengetahui kabarmu, lapar sepertinyamasih bisa kutahan.
Tapi untuk hari ini, aku ingin kau tahu sesuatu. Aku tak peduli jika kau bilang aku pecundang. Kau juga
boleh menganggapku orang yang tak punya keberanian. Saat kalimat pengakuan hanya bisa kuucapkan  dengan terbata, izinkan tulisan ini jadi perantaranya.

Sampai hari ini aku masih ingat suara tawamu yang renyah.
Bagaimana ujung matamu berkerut menyipit Ketika tersenyum lebar.
Aku merasa kau orang yang menyenangkan. Aku ingin mengenalmu lebih dalam. Aku merasa senyuman itu untukku :)
Tapi bukankah jatuh hati memang selalu sepaket dengan kebiasaan menduga-duga?
Cinta sering mengaburkan logika dan membuat kita jadi manusia yang lihai memanipulasi fakta.
Mulai saat itu, aku ingin menciptakan momen agar kita bisa kembali bersama. Memendam rasa seperti ini
kadang membuatku merasa gila.
Mengagumimu sekian lama, tanpa sadar membentukku jadi pengamat tingkat dewa.

Buatku, ujian berat adalah saat kau dan aku harus duduk berhadapan : mau tak mau harus saling berpandangan. 
Aku khawatir kau bisa menangkap binar lain dari mataku.
Jika kau pandangi dengan dalam sekian lama, bisa-bisa rasa yang selama ini hanya kupegang erat tumpah — menguak ke udara. Aroma cinta yang telah kulipat rapi sekian lama tak bisa kujamin tak sampai ke hidungmu yang hanya sejengkal dekatnya.
Meski tanpa harus saling memandang mata, ketahuilah bahwa kau dan hal-hal kecil tentangmu tak pernah tersingkir dari kepala. Kebiasaanmu menunda jika soal kesehatan. Sudahkah batuk yang datang
setiap kau kelelahan itu kau konsultasikan?
Menyukaimu sekian lama memang membuatku jadi orang yang pintar membaca pertanda..
Kau barangkali tak menyadari betapa aku memperhatikanmu. Kau memang tak perlu tahu. Cukuplah kupastikan hidupmu mulus berjalan dan tak kekurangan. Hanya memandangmu dari jauh pun, aku tak pernah keberatan.
Kata teman-temanku aku memang sudah jatuh cinta padamu.
Kadang aku heran, apakah cinta memang selalu segila ini?
Kuakui. Sesekali pikiranku melayang begitu saja ke suatu tempat yang kuharap bisa dinamai “Kita”

Orang bilang pengharapan adalah sumber sakit hati yang paling tak terelakkan. Dan aku, adalah orang
keras kepala yang rela pasang badan untuk menerima sakit yang kelak berdatangan. Jujur, aku sering
membayangkan bagaimana rasanya jika kelak kita bisa bersama.
Menyatukan 2 ke-aku-an kita jadi satu “kita” yang tak terpisah spasi dan jeda.

Jika “kita” itu memang ada. Kuharap, langkah yang kuambil saat ini memang mengarah ke sana. Kau
memang selalu mengisi pikiranku. Aku ingin melakukan ini dan itu. Tapi pada akhirnya jalan terbaik menurutku adalah diam, mengamatimu, sembari terus membawa namamu dalam dawai-dawai doa nan bisu.
Menyayangimu tanpa pernah mengungkapkannya — membuatku tahu: cinta yang paling baik adalah cinta yang tetap sederhana Maafkan aku yang tidak bisa berbuat apa-apa.  Sebelum jatuh hati padamu tanpa rencana, kupikir cinta selalu dipenuhi cokelat-warna pink-dan bunga. Aku tak pernah sadar bahwa sebaik-baik cinta adalah rasa yang tetap membumi dan sederhana. Aku merasa bisa mendampingimu yang sedah butuh pegangan. Melihatmu dalam titik hidup yang paling rendah membuatku tahu.
Kebahagiaanku bukan semata bersumber pada keberhasilan untuk memilikimu. Melihatmu cukup dan genap saja sudah membuatku mengucap syukur yang tak ada habisnya. Bisa memilikimu adalah bonus dari sekian banyak rapal doa yang tak pernah alpa kukirimkan di penghujung-penghujung malam.
Jika toh aku harus merelakanmu, paling tidak aku pernah mengusahakanmu dalam pengharapan.
Bersama atau tidaknya kita nanti, kau tetap perlu tahu. Kehadiranmu tak pernah kusesali. Keberadaanmu
mengajarkanku banyak hal yang harus kusyukuri Bersama atau tidaknya kita nanti…..

Sebagai manusia biasa, tentu aku ingin kita bisa bersama. Sudah terbayangkann betapa menyenangkannya hari-hari waktu kamu selalu bisa ditemukan di sisi. Tapi jika pun rencana dan harapan itu tak terwujud, keberadaanmu tak pernah kusesali.
Kau mengajarkanku bahwa cinta adalah perkara memberi.
Menjadi sebaik-baik pribadi, tanpa perlu khawatir apakah kasih yang sebesar itu akan kembali.
Kehadiranmu membuatku percaya. Bahwa cinta selalu berada di bawah tanganNya yang paling kuasa. Beberapa hal perlu diusahakan, namun hasil akhirnya hanya butuh diserahkan.
Mencintaimu dalam diam sekian lama membuat mataku terbuka: begitu banyak bentuk usaha yang bisa dilakukan di luar merayu dan mengobral janji manis belaka.
Terima kasih, sudah pernah ada.
Terima kasih atas pelajaran yang kau bawa tanpa harus mencekokiku dengan ceramah yang berentet panjangnya.
Jika kelak kita bersatu, tak perlu kau khawatir. Kau mendapatkanku, orang yang selama ini dalam diam terus
mendoakan berbagai kebaikan untukmu. Namun jika takdir kita memang bukan jadi satu — kau pun harus camkan ini dalam kepalamu. Doa-doa itu tak pernah hilang. Apapun yang terjadi, kamu tak akan kehilangan seorang pemohon kebaikan yang handal.
Selamat melanjutkan perjalanan.
Semoga kelak kita bertemu di satu persimpangan yang memang telah tertakdirkan.


Teruntuk Mr. F
Dariku,
Yang dalam diam selalu

mengagumimu. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar