15 Juli 2014

(Bukan) Tangis itu lagi.

Bukan.

Bukan perpisahan kita yang kutangisi.
Bukan kepergianmu yang kutangisi.
Bukan kehilangan perhatianmu yang kutangisi.
Bukan kehilangan cintamu yang kutangisi.
Bukan keegoisanmu yang kutangisi.
Bukan pernikahanmu dengan dia yang kutangisi.

Bukan.
Samasekali bukan itu.

Yang kutangisi hanya sesal.

Sesal, mengapa aku mengenalmu?
Mengapa aku menjalin hubungan denganmu?
Mengapa sampai beberapa tahun aku masih bersamamu?
Mengapa aku mau bertahan denganmu sampai saat itu?
Mengapa aku tidak mematuhi nasehat orangtuaku?
Mengapa aku keras kepala lebih memilihmu?
Mengapa aku sampai mencintaimu?
Mengapa aku mengorbankan hidupku untuk lelaki sepertimu?
Mengapa aku lebih memilih kamu daripada orang orang disekitarku yang jelas jelas lebih menyayangiku daripada kamu?
Mengapa aku mencintai lelaki yang mudah sekali menyakitiku?
Mengapa tak dari dulu aku sadar bahwa kamu tidak mencintaiku?
Mengapa tidak dari dulu aku mengahiri hubungan denganmu?
Mengapa aku mau menerima cintamu?
Mengapa aku mencintai orang yang tidak tau berterima kasih?

Kamu.
Kamu.
Kamu dengan tulus menyakiti aku.
Sejak dulu. Aku tau.
Tapi mataku buta.
Telingaku tuli.
Mulutku bisu.
Semua organ organku membelamu.
Membelamu!
Membela orang yang jelas jelas tidak punya hati.

Aku bodoh.
Aku terbodohi ulahmu.

Sudah.
Sudah.
Cukup.

Aku harus menata hidupku.

Pergi.
Pergi saja kamu.
Menghilanglah sampai aku tak bisa melihatmu lagi.

Pergilah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar