Halo, apa kabarmu?
Aku menulis surat ini untukmu, mesku kutahu
aku tidak akan mengirimkannya juga :)
Aku terlalu malu untuk mengakui
gejolak perasaanku di hadapanmu. Surat ini hanya berisi curahan hatiku
saja yang tidak sepaket dengan rentetan penyesalan di belakangnya.
Ya, aku sudah mengamini bahwa kita memang tidak diciptakan untuk
bersama. Lewat surat ini, aku juga sekaligus ingin membersihkan hatiku
dari remah-remah kenangan tentang dirimu. Supaya ruangannya menjadi
lapang bagi hati milik pria lain yang akan segera datang bersua.
Aku dan kamu sama-sama nyaman menghabiskan waktu hanya berdua, ya
itulah yang kurasa. Percakapan tentang apapun kita lahap habis bersama.
Aku yang haus akan wawasan tidak pernah bosan mendengarkan cerita
yang kau tuturkan. Membuatmu menjadi tempat tujuanku untuk bertanya
tentang apa saja. Kamu juga nampaknya selalu menikmati setiap
kelakar yang sesekali aku lontarkan. Gelakmu selalu disusul
dengan hayalan nyata yang begitu lekat, membuat hati kita kian dekat.
Aku semakin yakin bahwa kita mampu menjadi pasangan sempurna. Kamu
selalu bisa menerka apa mauku dan aku bisa selalu tahu apa inginmu. Kita
bagaikan kepingan puzzle yang memang memiliki sisi yang pas untuk
disatukan, setidaknya itulah yang kurasa.
Semenjak hari itu setiap malam, aku selalu berdoa
pada Sang Maha Segalanya, supaya aku diijinkan merangkai cerita denganmu
di masa depan...itu saja yang selalu aku minta..
Tapi ternyata semesta tak mengamini. Sebelum sempat menjalin cerita
bersama, kau dan aku harus berjalan sendiri-sendiri. Sakit? Ah, rasanya
tak perlu kujelaskan lagi.
Dini hari itu merupakan malam terburuk yang pernah kualami. Aku ingat
saat itu aku menangis tersedu ketika harus mengakhiri kedekatan kita.
Hati ini seperti ada beberapa bagiannya yang patah dan hilang entah
kemana. Hatiku limbung dan aku tidak tahu kemana mesti mencari
pijakan. Ya, entah mengapa hubungan kita merenggang. Aku tidak tahu apa
yang kulakukan sehingga membuatmu berubah. Sejak saat itu, sesak ini menghimpitku. Berhari - hari aku linglung, hilang arah.
Walaupun beruntung hingga sekarang kita masih bertukar cerita, kita seperti dua
manusia berbeda yang tidak sama seperti sebelumnya. Tawa hangat dan
cerita panjang lebar yang dulu selalu kau tuturkan kini berubah menjadi
senyum yang menyakitkan dan satu dua patah sapaan. Kelakar yang dulu
selalu kulontarkan juga sekarang hanya mampu tertambat di ujung lidah
dan keluar sebagai kata,
‘Halo’ sederhana sedang aku lebih sering termangu menatap layar ponselku berharap suatu saat dering itu adalah kamu.
Walau tidak sempat saling mendampingi, rasanya pertemuan kita tidak
harus kusesali. Bagaimanapun, kaulah salah satu persimpangan terindah
yang pernah kulalui
Aku tahu, semesta memang tidak mengamini kita untuk bersama. Aku dan
kamu memang diciptakan untuk bertemu hanya sekejap saja. Namun, kamu
adalah cerita indah yang pernah aku temui. Terimakasih karena sudah
mengajarkanku banyak hal dan membuka mataku akan wawasan baru.
Kini aku berusaha berlapang dada.
Sekali lagi, terimakasih sudah pernah datang bersua di kehidupanku yang sekarang.
Semoga kamu bahagia dengan siapapun manusia yang ada di pelukanmu saat ini.
Dariku,
wanita gila yang pernah menambatkan hati padamu.